Syiahpedia
MENU

Yazid bin Muawiyah

Kategori: Sejarah

Syiahpedia.id – Yazid bin Muawiyah (bahasa Arab:یزید بن معاویه)(lahir: 25 H/645 – W. 64 H/684 ) adalah khalifah kedua dinasti bani Umayyah (661-750) yang atas perinthanya, Imam Husain as dan para sahabatnya mati syahid di Karbala. Yazid setelahnya ayahnya, Muawiyah, berkuasa selama tiga tahun delapan bulan. Selama ini ia telah melakukan tiga kejahatan besar: 1- Pada tahun 61 H ia telah mewujudkan Tragedi Karbala, 2- Pada tahun 63 H menyerang kota Madinah yang menyebabkan terbunuhnya ribuan sahabat dan para penghafal Alquran. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Harrah, dan 3- Pada tahun 64 H ia juga menyerang kota Mekah untuk menumbangkan para penentangnya dan membidik Kakbah dengan ketepel api.

Menurut beberapa sumber sejarah, Yazid secara terang-terangan meneguk minuman keras. Dia orang pertama yang menyalahi sunah para khalifah sebelumnya, yang dipilih oleh ayahnya sebagai khalifah secara turun temurun. Pemilihan dia sebagai khalifah juga telah menyalahi surat perjanjian damai Imam Hasan dengan Muawiyah. Yazid termasuk sosok tercela di sisi orang-orang Syiah. Muslim Syiah dan sekelompok Ahlusunah berdasarkan kinerja-kinerja Yazid yang dilakukannya pada masa kekuasaannya, meyakini bahwa ia layak mendapatkan kutukan, dan dalam sebagian riwayat secara tegas ia dikutuk.

Nasab dan Latar Belakang Keluarga

Para sejarawan mencatat nasab Yazid yang berasal dari dinasti bani Umayyah dan suku Quraisy sebagai berikut: Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. [1] Dengan demikian nasab dia dan Bani Hasyim bersambung pada Abdi Manaf. Abdi Manaf memiliki dua orang putra; Hasyim dan Abdul Syams, dan keduanya merupakan nenek moyang bani Hasyim dan bani Umayyah. Nama Umayyah dalam dinasti bani Umayyah diambil dari nama putra Abdi Syams. Ibu Yazid tidak terlalu banyak dituturkan dalam riwayat-riwayat sejarah, kecuali hanya sekedar namanya adalah Maisun bint Bajdal (kemungkinan tahun 80 H/700) dan dari suku bani Haritsah bin Junab Kalbi dan orang badui (pedalaman) dan setelah talak dengan Muawiyah, dia kembali menuju tempat kelahirannya. [2]

Kakeknya Yazid, Abu Sufyan dan neneknya Hindun binti Utbah, sebelum penaklukan Kota Mekah termasuk orang yang paling getol memusuhi Rasulullah saw. Hindun masyhur dengan Hindun binti Utbah dikarenakan mengambil hati paman Nabi – Hamzah bin Abdul Muththalib – pada perang Uhud. Pasca penaklukan Mekah, Rasulullah saw menyebut mereka dan para musuh-musuh lainnya yang ada di Mekah dengan Thulaqa (tawanan yang dibebaskan oleh Nabi saw) dengan memaafkan dan membebaskan mereka. [3] Kata ini berasal dari Thaliq, yang berartikan tawanan yang berhak mendapatkan balasan, namun mereka dibebaskan. Kiasan Tulaqa senantiasa membekas untuk mereka. Menurut sebagian riwayat, Imam Ali as menegaskan bahwa Muawiyah dan ayahnya sama sekali tidak pernah beriman dan terpaksa berpura-pura memeluk Islam. [4] Demikian juga dalam sebuah surat, beliau menyebut Muawiyah dengan Thulaqa, dimana kekhalifahan Rasulullah saw tidak layak dan tidak pantas buat mereka. [5]

Biografi

Menurut referensi, ibu Yazid, Maisun binti Bajdal berasal dari Arab Badui, dan dikarenakan menikah dengan Muawiyah dan pergi ke Syam (Damaskus), dia adalah orang yang tidak bisa jauh dari tanah kelahirannya, maka Muawiyah pun akhirnya menceraikannya dan dia kembali ke tempat kelahirannya. Ada kemungkinan saat itu dia mengandung Yazid atau masih menyusuinya. [6]

Yazid melewatkan masa kecilnya di kabilah Maisun, dimana masyarakatnya berasal dari kabilah Huwwarin/Hawwarin (di kawasan Homs Syam). Latar belakangnya adalah Kristen dan penyembah berhala pada masa sebelum masuknya Islam dan termasuk ahli sastra dan syair Arab. Sebagian orang meyakini perkembangan dan pertumbuhan Yazid sangatlah terpengaruh oleh ideologi orang-orang Kristen yang baru memeluk Islam tersebut sangatlah efektif dan dukungan-dukungannya kepada orang-orang Kristen setelah memegang tampuk khilafah, khususnya kepada para penyairnya dan juga adanya para penasehat Kristen dalam kerajaannya dan juga kompromi dengan orang-orang Eropa termasuk penunjang yang sangat berpengaruh dalam kepribadian Yazid.[7]

Yazid meninggal pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H, di umur 38 tahun[8], setelah memegang kekhilafahan selama 3 tahun dan 8 bulan dan dikuburkan di Huwwarin. [9] Terkait sebab kematian Yazid, dituturkan suatu hari Maimun menaikannya di atas keledai liar, keledai liar tersebut lari sedangkan Yazid dalam keadaan mabuk, sampai akhirnya dia tersungkur dari tunggangan dan lehernya patah. [10] [11]

Akhlak dan Kepribadian

Banyak referensi sejarah Islam menyebut Yazid – secara moral – adalah seorang yang rusak dan gemar bermain. Baladzuri (279 M) menyebutnya sebagai pemimpin tinggi pertama khilafah Islam, yang melakukan dosa secara terang-terangan, seperti meminum minuman keras. [12]

Mas’udi (346 H) menukil dari Abu Mikhnaf, sesungguhnya pada masa pemerintahan Yazid, minuman keras dan pesta pora secara terang-terangan yang dilakukan oleh para pengikutnya di Mekah dan Madinah sudah sangatlah marak. [13]

Kemasyhuran Yazid dalam gemar bermain dan tidak komitmen terhadap moral-moral Islam, sudah jadi bahan gunjingan umum mazhab Syiah maupun Ahlusunah dan bahkan sebagian para sahabat masyhur Rasulullah saw, dan juga Imam Husain as secara gamblang menyebutnya sebagai orang fasik, pendosa dan penyimpang. Dengan demikian, Muawiyah, pasca syahadah Imam Hasan as mendapat kendala saat mengambil baiat dari para pembesar untuk kekhilafahan Yazid dan orang-orang seperti Imam Husain as, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar tidak memberikan baiat. Dinukilkan dari Abdullan bin Umar, “Kami berbaiat dengan orang yang bermain dengan kera dan anjing, meminum khamr dan melakukan kefasikan secara terang-terangan?! lantas apa uzur kita disisi Allah?” [14]

Menurut referensi sejarah, Muawiyah dengan pasukan muslim, dimana sebagian pembesar sahabat juga ada ditengah-tengah mereka, pergi menuju Romawi pada tahun 52 H/672. Dia bersama istrinya, Ummu Kultsum berhenti di tengah jalan dan sibuk bersenang-senang. Namun pasukannya yang sudah berjalan lebih dulu terkena wabah dan cacar serta mendapat banyak kerugian. Saat Yazid mengetahui hal tersebut, maka diapun melantunkan syair dengan makan, dia tidak akan menangis jika kaum muslimin meninggal akibat demam, cacar dan wabah. Berita ini pun terdengar sampai ke Muawiyah dan ia sangat murka dan memerintahkan Yazid supaya dipulangkan ke markas. Meski demikian, akhirnya pasukan tersebut tidak dapat kembali ke Syam. [15]

Pemerintahan dan Kebijakan

Masa singkat pemerintahan Yazid bin Muawiyah, dari aspek politik merupakan masa yang penuh dengan gejolak dan dan pemerintahan tiga tahunnya Yazid kebanyakan digunakan untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan intern dan menenangkan kondisi dan situasi kekuasaan Islam. Dia membungkam segala bentuk penentangan pada masa pemerintahannya.

Tekanan dan himpitan dalam pemerintahannya sampai pada batas bahwa Mas’udi dalam mensifati periode ini sebagai berikut: perangai Yazid adalah perangai Fir’aun, bahkan Fir’aun lebih adil ketimbang dia diantara para abdinya dan lebih bijak ketimbang dia di tengah-tengah orang-orang Syiah dan Ahlusunah. [16]

Dia telah membunuh Imam Husain as dan Ahlulbait Nabi saw diawal pemerintahannya dan menodai haram Rasulullah saw (Madinah) pada tahun kedua dan menghalalkan untuk pasukannya selama tiga hari. Dia menyerang Kakbah dan membakarnya pada tahun ketiga. [17] Tindakan dan perbuatan Yazid dalam waktu singkat ini merupakan permulaan dimulainya banyak konflik dan penentangan terhadap para khalifah Umayyah di masa berikutnya; penentangan dan pemberontakan yang pada akhirnya menyebabkan tumbangnya umur pemerintahan Umawi. [18]

Tragedi Karbala

Tragedi paling menyayat hati pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah adalah tragedi Karbala; yang dituturkan tidak ada yang lebih buruk lagi dalam sejarah Islam. [19] Pada bulan Dzulhijjah tahun 60 H, Imam Husain as bersama keluarga Rasulullah saw pergi ke Irak dengan undangan masyarakat Kufah; namun masyarakat Kufah saat itu meninggalkan Imam dan sejumlah rombongan sedikitnya dikarenakan tekanan dan himpitan dari pemerintahan Yazid.

Imam Husain as bersama keluarga dan para sahabat-sahabatnya syahid oleh pasukan pemerintah Yazid dan dengan perintah gubernurnya, Ubaidullah bin Ziyad; kepala para syuhada Karbala diarak dan dipertontonkan di Kufah dan Syam serta Ahlulbait Nabi saw dijadikan tawanan. Tragedi Karbala dituturkan secara mendetail dalam referensi kuno dan kontemporer. [20]

Peristiwa Harrah

Bertahun-tahun setelah dipegang Yazid, dibarengi dengan ketidakrelaan masyarakat Hijaz terhadap pemerintahan pusat, akibat sebagian kebijakan-kebijakan Yazid, seperti tidak perhatiannya kepada Mekah dan Madinah. Kondisi ini, lambat laun muncul dalam bentuk krisis. Akhirnya Ustman bin Muhammad bin Abi Sufyan, pemimpin muda Madinah mengirim utusan para pembesar dan orang-orang terkemuka Madinah, setelah manasik haji, barang kali dengan hadiah dan hiburan dari mereka kepada Yazid dapat memulihkan kembali kondisi Madinah yang sudah berantakan. Banyak sekali para pembesar dan pemuka Madinah, seperti Abdullah bin Hanzhalah yang dimandikan oleh malaikat dan putranya dan juga Abdullah bin Amr dan Munzir bin Zubair dalam rombongan ini. [21]

Rombongan kiriman Madinah sejak awal masuk Damaskus telah mendapatkan banyak hadiah dari Yazid. [22] Namun Yazid seperti kebiasaannya, melakukan mabuk-mabukan dan bersenang-senang dihadapan para pembesar ini. Sikap dan perangai Yazid dihadapan rombongan Madinah menyebabkan ketidakrelaan dan ketidakpuasan mereka dan sekembalinya ke Madinah, mereka memusuhi Yazid secara terang-terangan, mereka mengutarakan aib-aib Yazid. Dengan kemurkaan terhadap kota Madinah, Yazid mengirimkan surat ancaman kepada masyarakat Madinah[23] ; namun surat ini menyebabkan kemurkaan dan kebangkitan masyarakat. Yazid mengirim 12 ribu pasukan dengan dipimpin oleh Muslim bin ‘Uqbah menuju Madinah. Dengan perintah Yazid, mereka memberikan tempo selama tiga hari untuk berbait dengan Yazid[24] ; namun masyarakat Madinah tidak mengindahkannya. Akhirnya peperangan pun dimulai, dan kekalahan ada dipihak para pejuang Madinah dan menyebabkan terbunuhnya ribuan orang Madinah dan juga dihalalkannya jiwa, harta dan kehormatan mereka bagi pasukan Syam selama tiga hari. [25] Tragedi ini terjadi pada tahun 63 H. [26] [27]

Pemberontakan Mekah

Kebangkitan yang terjadi di Mekah, bersamaan dengan kebangkitan masyarakat Madinah, dengan dipimpin oleh Abdullah bin Zubair, menyebabkan penguasaannya dan para sahabat-sahabatnya atas kota Mekah. Setelah peristiwa Harrah dan pembunuhan masyarakat Madinah, pasukan Syam, dengan dipimpin oleh Hashin bin Namir as-Sukuni, bergerak menuju Mekah untuk memerangi Ibnu Zubair. Tidak lama kemudian, kota Mekah berada dalam kepungan pasukan Syam. Sepanjang pengepungan kota ini, Kakbah terbakar akibat manjanik-manjanik yang dilemparkan oleh pasukan Syam. Pengepungan ini terus berlanjut sampai tersebarnya berita kematian Yazid. [28]

Penaklukan Militer

Proses penaklukan militer muslim terhenti pada masa pemerintahan Yazid, akibat konflik dan pemberontakan-pemberontakan intern melawan Yazid. Dia lebih memilih berdamai dengan orang-orang Kristen Eropa dan bahkan mundur dari sebagian titik, yang ditaklukan pada masa Muawiyah dengan anggaran dan biaya yang sangat banyak dan dengan mendapat suapan, mereka menarik mundur pasukannya dari Siprus. [29] Demikian juga, Yazid bin Junadah bin Abi Umayyah diperintahkan supaya merusak benteng muslim di kepulauan Arwad[30] dan kembali ke Syam. [31]

Demikian juga, Yazid menarik pasukannya dari Rhodes. [32] Meski demikian, dia mengirim Malik bin Abdullah Khats’ami pada tahun 61, untuk memerangi orang-orang Romawi, yang mana perang ini terkenal dengan perang Soraya. [33] Yazid mengirim Salim bin Ziyad (gubernur Khurasan) di timur dan di sebelah Kharazmi sampai di wilayah Samarkand. Dia telah menaklukan Sughd dan Bukhara[34] dan berdamai dengan penduduk Kharazm, dengan 400 ribu Dinar pada tahun 62 H[35] . Saat di Sughd, Salim bin Ziyad juga mengirim pasukannya ke Khujand, namun mereka kalah. Lantas, Salim pergi ke Marw dan berperang dengan penduduk Sughd, sampai akhirnya mendapat berita Yazid telah mati. [36] Uqbah bin Nafi’ juga telah menaklukan Sous di Afrika Utara. [37] [38]

Catatan Kaki

  1. Dzahabi, Tarikh al-Islam, Jld. 5, hlm. 269.
  2. Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 5, hlm. 270; Zirikli, al-A’lam, jld. 7, hlm. 339.
  3. Thabari, jld. 3, hlm. 61; Ibn Hisyam, jld. 2, hlm. 412.
  4. Dinawari, hlm. 178.
  5. Dinawari, hlm. 178.
  6. Dzahabi, jld. 5, hlm. 270 dan 271; Zirikli, jld. 7, hlm. 339.
  7. Situs Jurnal Penelitian
  8. Baladzuri, jld. 5, hlm. 354.
  9. Ibnu Abdi Rabbah, jld. 5, hlm. 136.
  10. Baladzuri, jid. 5, hlm. 287.
  11. Situs jurnal penelitian.
  12. Baladzuri, jld. 5, hlm. 297.
  13. Mas’udi, jld. 3, hlm. 68.
  14. Ya’qubi, jld. 2, hlm. 160.
  15. Ya’qubi, jld. 2, hlm. 160; Baladzuri, jld. 5, hlm. 86.
  16. Mas’udi, 1409, hlm. 68.
  17. Ya’qubi, hlm. 253.
  18. Situs Jurnal Penelitian
  19. Ibn al-Tiqtaqa, hlm. 116.
  20. Situs Jurnal Penelitian
  21. Miskawaih, jld. 2, hlm. 85.
  22. Ibn Khayyath, hlm. 147-148.
  23. Dinawari, jld. 1, hlm. 229.
  24. Baladzuri, jld. 5, hlm. 323; Thabari, jld. 5, hlm. 494.
  25. Dinawari, Abu Hanifah Ahmad bin Daud, jld. 2, hlm. 243.
  26. Dinawari, al-Imamah wa al-Siasah, jld. 1, hlm. 229.
  27. Situs Jurnal Penelitian
  28. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 267-268.
  29. Baladzuri, Futuh al-Buldan, hlm. 154.
  30. Ibid., hlm. 223.
  31. Baladzuri, Futuh al-Buldan, 223; Ibn Atsir, jld. 3, hlm. 497.
  32. Thabari, jld. 5, hlm. 288.
  33. Ya’qubi, hlm. 253.
  34. Narsyakhi, hlm. 56.
  35. Ibn Khayyath, hlm. 146.
  36. Baladzuri, Futuh al-Buldan, hlm. 339.
  37. Ibid., hlm. 226.
  38. Situs Jurnal Penelitian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jadwal Salat Kota Jakarta

© 2024 Syiahpedia. All Rights Reserved.