Gibah (bahasa Arab: الغِيبة) yang berarti membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, termasuk dari dosa-dosa besar yang mana agama Islam benar-benar melarang perbuatan ini. Alquran menjelaskan dosa orang yang melakukan gibah bagaikan memakan daging bangkai manusia dan riwayat memperkenalkannya sebagai dosa yang lebih berat dari perzinaan. Selain gibah, orang yang mendengarkannya juga melakukan keharaman. Dosa ini termasuk salah satu perbuatan yang menginjak-injak hak-hak manusia; oleh karena itu, menurut sebagian riwayat, orang yang ingin bertaubat dari perbuatan dosa ini harus mendapatkan kerelaan dari orang yang digibah. Dalam riwayat-riwayat disebutkan efek dan siksaan dari perbuatan gibah; seperti pahala dan balasan amal sholeh orang yang melakukan gibah akan berpidah kepada orang yang digibah dan dosa-dosa orang yang digibah berpindah kepada orang yang melakukan gibah itu.
Terminologi Gibah
Dalam istilah ilmu akhlak, gibah adalah menjelaskan suatu hal dari saudara seagamanya di luar sepengetahuannya yang mana jika suatu hal itu diketahuinya, maka dia tidak akan senang [1] baik itu kekurangan yang ada di badannya atau pada keturunannya atau pada sifat, perangai, perbuatan, tingkah laku dan perkataannya atau pada suatu hal yang berkaitan dengannya seperti rumah, baju dan lain-lain…[2]
Gibah ada beberapa macam bentuk: Berkata langsung atau dengan sindiran, tulisan, dengan isyarat tangan ataupun kaki. Dalam satu riwayat dikatakan: Ada seorang wanita datang menghadap Aisyah ketika ia keluar, Aisyah dengan tangannya mengisyaratkan kalau wanita itu pendek. Rasulullah saw berkata: kamu telah menggibahnya.[3]
Jika di belakang orang lain menjelaskan atau mengungkapkan hal yang tidak benar, maka ini adalah satu dosa yang berlipat ganda yang disebut dengan tuduhan: yaitu rangkapan dari bohong dan gibah. Penjelasan yang baik dan sempurna tentang orang lain bukan gibah, walaupun ia katakan dengan kalimat ini yang dia katakan bahwa saya akan mengatakan hal ini di hadapannya, tidak merubah substansi gibah.
Hukum Gibah
Keharaman gibah sifatnya sosial, bahkan diyakini sebagai hal-hal yang darurat yaitu yang sudah diterima dalam hukum fikih.[4] Sebagaimana gibah itu haram, yang mendengarkannya juga merupakan dosa yang besar.
Dalam satu hadis, Rasulullah saw bersabda: Siapa saja yang menolak dan menepis perbuatan gibah dari saudaranya, Allah swt akan menutup seribu pintu keburukan darinya di dunia.[5]
Hak Manusia dan Hak Allah
Gibah selain memiliki sisi hak Tuhan, juga memiliki sisi hak manusia dan Allah swt tidak akan mengampuni orang yang melakukan gibah kecuali orang yang digibah merelakannya. Nabi saw dalam wasiatnya kepada Abu Dzar berkata: Takutlah kamu dari berbuat gibah, karena perbuatan itu lebih besar dosanya dari perzinaan, aku berkata: Mengapa demikian ya Rasulallah? Beliau menjawab: karena orang yang berzina jika bertaubat Allah akan mengampuninya, namun gibah tidak akan terampuni sehingga orang yang digibah merelakannya.[6]
Gibah yang Diperbolehkan
Meskipun gibah termasuk dari Dosa-dosa Besar|dosa-dosa besar]] yang bersifat moril dan sosial, namun berdasarkan hadis-hadis para imam as, dalam beberapa kasus khusus yang mana di dalamnya terdapat kebaikan dan kemaslahatan manusia dan juga ada tujuan syariat dan logika yang akan menepis keburukan, maka gibah diperbolehkan. Sebagian dari hal-hal yang dikecualikan dan gibah diperbolehkan adalah sebagai berikut: 1. Petisi dari orang yang lalim 2. Nahi munkar 3.pertanyaan dan permintaan fatwa 4. Ahli Bid’ah 5. Seseorang yang terang-terangan melakukan dosa, pada dosa tersebut, bukan pada dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Pada hal-hal yang diperbolehkan juga meninggalkan gibah adalah lebih baik kecuali dalam hal-hal yang sifatnya lazim dan dalam bentuk ketika diam, maka akan sangat membahayakan pada orang lain secara pribadi atau sosial.[7]
Gibah dalam Alquran dan Riwayat
Gibah termasuk dari perbuatan dosa yang sangat besar dimana dalam Alquran hal itu diungkap dengan memakan daging saudaranya yang sudah meninggal. Dalam riwayat-riwayat juga terdapat ungkapan-ungkapan yang sangat tajam bagi orang-orang yang berbuat gibah. Nabi saw bersabda: Siapa saja dari laki-laki atau perempuan muslim berbuat gibah, Allah swt tidak akan menerima salat dan puasanya hingga 40 hari kecuali orang yang digibah itu merelakannya. [8] dan gibah lebih dianggap efektif dalam (kehancuran) agama seorang muslim daripada memakan dalam dirinya sendiri. [9] dan diperkenalkan bahwa gibah menyebabkan berpindahnya amalan-amalan baik kepada orang yang digibah dan dosa-dosanya berpindah kepada orang yang menggibahnya. [10]
Imam Shadiq as berkata: Diyakini bahwa salah satu akar perbuatan dosa ini adalah sifat hasud [11] dan diperkenalkan bahwa gibah adalah faktor keluarnya seseorang dari kekuasaan Tuhan dan masuk pada kekuasaan setan.[12]
Efek Sosial Gibah
Gibah selain menghitamkan ruh dan jiwa manusia, juga mencemarkan lingkungan sosial manusia dan menentang tujuan agama, menyebabkan kebencian dan permusuhan manusia satu dengan yang lainnya, menghilangkan keamanan jiwa dan setia berperan dalam pembiasaan dan penyebaran doas-dosa. Imam Khomeini dalam buku 40 hadis menyampaikan beberapa efek untuk gibah:[13]
Langkah-langkah Terbaik Meninggalkan Gibah
Para ulama akhlak untuk meninggalkan dosa ini telah memberikan langkah-langkah terbaik mereka seperti tafakur dalam ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang mencela perbuatan gibah dan cermat padanya, tafakur dalam kematian, meninggalkan lahan-lahan yang mengandung gibah, waspada, dan introfeksi diri. Imam Khomeini berdasarkan hadis-hadis, untuk menyelesaikan problem ini telah menyodorkan dua langkah solusi yang pertama ilmiah dan yang lainnya praktis dan berkata bahwa seseorang dengan mempraktekkan kedua langkah solusi ini dia akan merasa jijik dan benci untuk melakukan dosa besar ini:
Tafakur pada hasil buruk perbuatan ini yang sudah dijelaskan dalam banyak hadis dan menimbangnya dengan timbangan akal; sebagian dari efek-efek buruk yang dimuat dalam hadis-hadis adalah sebagai berikut:
Catatan kaki:
Tinggalkan Balasan