Syiahpedia
MENU

Kufah

Kategori: Mozaik

Kufah (bahasa Arab: الكوفة), salah satu dari kota-kota Irak dan kota kedua yang dibangun oleh kaum Muslim. Imam Ali as memilih kota ini sebagai pusat kekhilafahannya pada tahun 36 H/657 dan dia mati syahid di kota tersebut. Mayoritas Syiah abad pertama berasal dari kota Kufah. Termasuk tempat penting kota ini adalah Masjid Kufah dan Masjid Sahlah. Sejumlah ilmu, seperti fikih, hadis dan nahwu sangat marak di Kufah.

Kufah memiliki peran signifikan dalam Peristiwa Karbala; dengan melihat surat-surat penduduk Kufah, Imam Husain as menuju kota tersebut, demikian juga sejumlah besar pasukan yang bertempur di Karbala dengan Imam Husain berasal dari Kufah. Imam Shadiq as di awal pemerintahan Abbasiyah berkali-kali mengunjungi kota tersebut dan mengajar beberapa waktu di situ.

Kedudukan agung kota ini digambarkan dalam literatur Syiah dan merupakan pusat pemerintahan Imam Mahdi afs setelah kemunculannya. Urgensi kota Kufah kembali pada dua abad pertama Hijriyah, karena setelah tersingkapnya pusara Amirul Mukminin Ali as dan pembangunan kota Najaf, lambat laun urgensi dan kedudukan Kufah semakin meredup dan urgensi kota Najaf semakin bertambah.

Sejarah

Pembangunan Pertama

Menurut riwayat, kawasan Kufah pada masa sebelum Islam adalah tempat yang makmur dan berpenduduk dan setelah itu mengalami kehancuran. Menurut riwayat, Nabi Nuh as membuat kapalnya di Kufah[1] dan kaum Nuh di Kufah meletakkan sejumlah berhala-berhala. [2]

Kota Kufah pada masa Islam kembali dibangun. Kawasan tersebut adalah tempat kamp permanen pasukan muslim dalam penaklukan-penaklukan Islam. Umar bin Khattab memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqash pada tahun 15 H/636 atau 17 H/638 atau 19 H/640 agar mengambil sebuah tempat di kawasan tersebut untuk dijadikan sebagai tempat tinggal kaum muslim, yang kompatibel dengan integritas mereka. [3] Dengan demikian, Kufah dibangun dengan letak posisi setengah farsakh (3 km) barat Furat dan satu farsakh (6 km) timur laut Hirah (kota makmur di pusat pemerintahan Ali Mandzar), dimana dalam jarak dua farsakh utaranya adalah Nukhailah dan delapan farsakh barat laut adalah Karbala. [4] Salah satu kinerja Sa’ad adalah membangun Masjid Kufah dan Darul Imarah. Dua bangunan tersebut dibangun di bagian tertinggi Kufah. [5]

Pendirian kota Kufah termasuk persyaratan strategis yang membantu penaklukan era khalifah kedua. Ketika pasukan militer Arab dengan dipimpin Sa’ad bin Abi Waqqash tiba di kawasan Iran, membutuhkan sebuah barisan penghubung antara Madinah (pusat pemerintahan Islam) dan medan pertempuran dan sudah semestinya pasukan muslim memiliki sebuah titik sandaran dan kamp militer permanen di dekat medan pertempuran. [6] Oleh sebab itu, Umar membangun kamp permanen di kawasan umum Kufah dan dengan demikian, lambat laun kota Kufah bertambah luas dan makmur. Mayoritas para pendatang pertama Kufah, baik Arab maupun Persia adalah sekelompok militer, yang mayoritasnya datang tanpa keluarga mereka dan hidup sebagai militer siap tempur. [7]

Susunan Penduduk

Sejak dari awal pendirian kota Kufah bukanlah kota Arab asli seperti Mekah, Madinah dan bahkan Damaskus; namun gabungan pelbagai suku yang tak terkoordinir. [8] Di awal pendirian Kufah, orang-orang yang datang dari daerah sekitar berjumlah lima belas sampai duapuluh ribu orang. Dengan perintah Umar bin Khattab, penduduk Kufah dibagi menjadi tujuh kelompok:

  1. Bani Kinanah dengan mitra mereka
  2. Bani Qudha’ah, Ghassan, Bajilah, Khats’am, Kindah, Hadhramaut, dan Azd dari kabilah Yaman
  3. Bani Mudzhij, Himyar, Hamdan dan mitra mereka
  4. Bani Tamim, Rihab, dan Hawazin
  5. Bani Asad, Ghatfan, Muharib, Namr, Dhabi’ah, dan Taghlib
  6. Bani Iyad, ‘Ak, Abdul Qais, Ahlul Hijr dan Hamra’
  7. Kabilah Yamani Thay. [9]

Susunan kabilah ini masih berlanjut sampai pada masa Imam Ali as dan dia mengganti pengelompokan susunan Kufah dan perubahan terakhir suku-suku Kufah dilakukan oleh Ziyad bin Abih pada tahun 50 H/670.

Mayoritas kabilah Arab yang tinggal pada masa penyebaran Islam di Kufah berasal dari Yaman dan mayoritas kabilah Yamani, khususnya kabilah Hamdan adalah orang-orang Syiah Ali. Massignon mengatakan, kabilah Hamdan adalah kabilah besar, penting, kuat dan mampu dan personalnya adalah orang-orang Syiah yang setia kepada Ali as[10] dan demikian juga kabilah Thay termasuk kabilah terkuat pendukung Ali as hadir dalam perang Jamal dan Shiffin di awal pembentukan Kufah. [11]

Asy’ariyyun adalah kelompok Syiah Imam Ali as keturunan Yaman termasuk kabilah yang hijrah ke Kufah. Kabilah ini pindah ke Qom karena tekanan yang dilakukan olah Hajjaj bin Yusuf terhadap orang-orang Syiah dan memilih Qom sebagai markas untuk tempat tinggal dan publikasi Syiah di Iran. [12]

Dari sisi lain, kota Kufah terbentuk dari dua unsur, orang-orang Arab dan Persia, yang mana orang-orang Arab merupakan unsur pendiri dan orang-orang Persia sebagai pondasi tingkat kedua. [13]

Darul Imarah Kufah

Saat Sa’ad bin Abi Waqqash memerintahkan untuk membangun kota Kufah, dibangun juga sebuah istana untuknya di arah tenggara masjid dan menamainya dengan istana Thamar (tempat menjulang) dan sepeninggal Sa’ad tempat tersebut menjadi kediaman khusus para khalifah, raja dan para amir. [14]

Atas perintah Ubaidillah bin Ziyad, Muslim bin Aqil juga dijatuhkan dari atas istana tersebut. [15] Para tawanan Karbala dan kepala suci Imam Husain as juga dibawa ke Darul Imarah di hadapan Ubaidillah bin Ziyad dan di tempat ini Sayidah Zainab sa dan Imam Sajjad as melakukan dialog dengan Ubaidillah. [16] Darul Imarah juga tempat kediaman Mukhtar al-Tsaqafi dan di tempat ini juga kepala para pembunuh pada peristiwa Karbala dibawa ke hadapan Mukhtar.

Atas perintah Abdul Malik bin Marwan, istana ini dihancurkan pada tahun 71 H/691.[17].

Masa Kekhilafahan Amirul Mukminin

Kufah setelah didirikan, karena memiliki air dan cuaca yang bagus serta dekat dengan sungai Furat serta kondisi ekonomi yang bagus yang didapat dari ghanimah dan hasil sejumlah tanah yang telah ditaklukkan, menerima gelombang imigrasi dari pelbagai etnis dan kelompok wilayah seluruh Islam pada waktu itu. Imigrasi ini khususnya pada tahun 36 H/657, Amirul Mukmin Ali as untuk menjadikan kota ini sebagai ibukota negara Islam semakin meningkat, sampai-sampai jumlah pasukannya yang datang dari Kufah saja dalam perang Shiffin mencapai 65 ribu pasukan,[18] apalagi dengan mengkalkulasi keluarga mereka dan juga orang-orang yang tidak ikut serta dalam peperangan, maka dengan gampang dapat diprediksikan jumlahnya mencapai 150 ribu orang. Selain itu, sebagian riwayat menunjukkan bahwa pasukannya dalam perang Shiffin berjumlah 90 ribu orang. [19]

Fenomena terpenting pada masa ini adalah perpindahan ibukota Islam dari Madinah ke Kufah. Setelah para pengingkar janji (pasukan Jamal) bergerak menuju Basrah, Imam Ali as pada tahun 36 H/657 bergerak menuju Irak dengan seribu pasukan perang penduduk Madinah. Sepuluh atau duabelas ribu orang penduduk Kufah juga ikut bergabung dengan pasukan Imam Ali as untuk melawan para pengingkar janji. [20] Setelah kemenangan di hadapan perang Jamal, Imam pergi ke Kufah[21] dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan Islam.

Alasan Dipilih Kufah Sebagai Ibukota

Dari aspek ekonomi, Madinah dan kasawan Hijaz tidak dapat berkonfrontasi dengan Irak atau Syam, namun Irak sebagai sumber pendapatan terpenting kawasan.

Madinah dari aspek fungsionaris tidak memiliki motivasi pertempuran skala penuh dengan Syam, namun Kufah dari aspek jumlah dan dekat dengan kawasan penuh populasi, memiliki kemampuan melawan segala bentuk pelanggaran.

Masyarakat Madinah khususnya sebagian para sahabat tidak suka dengan Imam dan menganggap dirinya lebih baik darinya, sementara mereka telah mendengar ucapan Imam. Namun antara Amirul Mukminin dan masyarakat Kufah terdapat kecintaan timbal balik.

Spirit cinta dunia yang sudah merasuki masyarakat Madinah pada masa para khalifah sebelumnya, sudah tidak menyisakan lagi spirit bertempur dan dalam sepanjang 25 tahun pasca wafatnya Rasulullah saw lambat laun masyarakat jauh dari perubahan spiritual dan Ilahi yang ditemukan dari ajaran-ajaran Rasulullah saw.

Jumlah para sahabat sezaman Rasulullah saw di Kufah melebihi segala penjuru dunia Islam lainnya.

Kufah dari aspek geografi kurang lebih terletak di jantung Islam pada waktu itu dan dekat dengan Iran, Hijaz, Syam, dan Mesir. [22]

Masa Bani Umayyah

Pada masa bani Umayyah, dengan melihat sejumlah penaklukan yang dilakukan dari arah Iran sampai Transoxiana (Mawara al-Nahr), kota Kufah dijadikan sebagai kamp politik – militer pemerintahan bani Umayyah di Mesopotamia (Baina al-Nahrain) dan sebagai pusat untuk mengontrol dan mengawasi bagian-bagian tersebut sampai-sampai penguasa dua Irak (Basrah dan Kufah) adalah penguasa asli Iran. Karenanya urgensi militer – politik dan hasil kemakmuran ekonomi Kufah pada masa ini, dengan melihat sejumlah penaklukan yang ada semakin meningkat. Dampak kemakmuran ekonomi pada masa pemerintahan Khalid bin Abdullah al-Qasri di Irak semakin kentara, sampai-sampai atas perintahnya agar dibangun banyak pasar dan untuk setiap kelompok saudagar agar dibuatkan kamar-kamar dan penyewaan tempat niaga ini untuk urusan para tentara, karena pada masa itu di Kufah terdapat puluhan ribu prajurit di Kufah. [24]

Peran Kufah dalam Peristiwa Karbala

Setelah kematian Muawiyah pada tahun 60 H/680, banyak sekali masyarakat dan pemuka Kufah menulis surat untuk Imam Husain as dan mengundangnya ke Kufah guna memegang pemerintahan kota tersebut. [25] Dengan bertambahnya jumlah surat yang ada, Imam Husain as bergerak menuju Kufah. Namun Ibnu Ziyad yang menjadi gubernur Kufah pada saat itu melakukan ancaman dan suap serta membubarkan masyarakat untuk mendukung Muslim bin Aqil, wakil Imam Husain[26]. Selain itu, ia juga mengirim pasukan Kufah yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad untuk melawan Imam Husain as, maka terjadilah Peristiwa Karbala.

Susunan Penduduk Kufah pada Masa Kebangkitan Imam Husain:

Orang-orang Syiah: Orang-orang Syiah biasa, dengan jumlah yang signifikan, telah membentuk populasi Kufah, meski mereka mencintai Ahlulbait as, namun perilaku bengis Ziyad bin Abih dan anaknya Ubaidillah terhadap orang-orang Syiah telah membuat mereka takut, sampai-sampai tidak ikut berpartisipasi selama tidak ada kemungkinan menang dalam sebuah insiden.

Para simpatisan bani Umayyah: kepemimpinan para pendukung kelompok bani Umayyah di Kufah diemban oleh orang-orang seperti Amr bin Hajjar, Yazid bin Harts, Amr bin Harits, Abdullah bin Muslim dan Umar bin Sa’ad.

Sebagian orang di bawah propaganda kelompok Khawarij, dan meski bukan bagian dari mereka, namun sedang dalam kebimbangan.

Al-Hamra’: Menurut Thabari mereka adalah 20 ribu orang Kufah bersenjata, yang memiliki ras campuran dari anak-anak hamba sahaya. Kelompok ini pada masa Imam Hasan as dan Imam Husain as adalah orang-orang yang memegang senjata dan prajurit, yang melakukan segala jenis kejahatan dengan bayaran dan merupakan pedang terhunus di tangan para tirani. Mereka dengan menyambut intrik dan kerusuhan sampai-sampai menambah popularitas kemuliaan dan kekuatannya, bahkan menisbahkan kota Kufah kepada mereka dan mengatakan Kufah al-Hamra’.

Orang-orang apatis: Saham terbanyak mayoritas masyarakat Kufah di Karbala adalah orang-orang apatis yang hanya mementingkan dunia semata. Meski Imam mengajak mereka, namun dikarenakan tidak ada kemungkinan menang, maka mereka lebih menerima janji dan ancaman Ibnu Ziyad dan bergabung dengan pasukan Yazid. [27]

Kebangkitan Syiah di Kufah

Dalam kondisi tersukar pada masa Bani Umayyah, seperempat atau sepertiga penduduk Kufah memeluk Syiah. Hal ini menyebabkan pemerintah Bani Umayyah lebih banyak mengontrol kota tersebut dan senantiasa siap siaga untuk melumat pemberontakan (kemungkinan) di kota tersebut. [28] Pada masa itu, terjadi sejumlah kebangkitan dalam rangka menentang Bani Umayyah:

Kebangkitan Tawwabin

Pasca syahadah Imam Husain as, orang-orang Syiah merasa menyesal dan memutuskan mengganti kesalahannya dengan melakukan pembalasan terhadap para pembunuh Imam. Karenanya mereka melakukan mobilisasi pasukan dengan dipimpin oleh Sulaiman bin Shurad al-Khuza’i dan satu tahun setelah kematian Yazid pada tahun 65 H/685, mereka berkumpul di samping pusara Imam Husain as dengan slogan Ya Latsaratil Husain (demi darah al-Husain) dan selanjutnya melakukan perlawanan dengan pasukan Syam. Awalnya kelompok Tawwabin dapat memukul telak pasukan Syam, namun dengan tewasnya Sulaiman dan sejumlah pasukan, pertempuran berakhir dengan menguntungkan Ubaidillah dan sisa-sia kelompok Tawwabin kembali ke Kufah.

Kebangkitan Mukhtar

Mukhtar yang dipenjara oleh kelompok Zubair pada masa kebangkitan Tawwabin, secara diam-diam menulis sepucuk surat untuk orang-orang tersisa kelompok Tawwabin. Setelah membaca suratnya, ia memberikan pesan siap untuk melakukan kebangkitan kembali. [29] Setelah bebas, Mukhtar mengumumkan seruannya secara terang-terangan dan banyak sekali para pemuka Syiah di Kufah mendukungnya. Mukhtar menyerang tempat pemerintahan Kufah dengan slogan Ya Latstsaratal Husain dan atau Ya Manshur, Amit dan mengusir gubernur Ibnu Zubair dan membentuk pemerintahan Syiah. [30] Termasuk aksi-aksi penting Mukhtar pada masa pemerintahan Kufah adalah membunuh para pembunuh Imam Husain as. [31]

Kebangkitan Zaid bin Ali

Zaid putra Imam Sajjad, melakukan kebangkitan dengan tujuan amar ma’ruf dan nahi munkar serta menuntut darah Imam Husain as dan dengan slogan Ya Manshur, Amit. [32] Sekitar 15 ribu pasukan ikut bergabung dengannya dan mendukungnya untuk melakukan kebangkitan anti bani Umayyah, namun akhirnya mereka tidak membantunya dan ia syahid dengan tertancap anak panah di keningnya.[33]

Masa Bani Abbas

Telah dinukil, pada awal-awal pemerintahan Bani Abbas, Imam Shadiq as dibawa ke Irak oleh As-Saffah dan Manshur dan Imam menetap di Kufah dan dalam kesempatan tersebut, Imam mengajar dan menjelaskan pengetahuan-pengetahuan Islam dan melawan ideologi Ghulat. [36]

Kufah pada masa ini, lambat laun mendapat urgensi politik, militer dan ekonomi. Pada masa Abbasiah kedua, dengan melemahnya kekuatan politik Bani Abbas, kota Kufah mengalami kerusakan dan kehancuran akibat serangan kelompok-kelompok Badui dan para perampok Arab Saudi, khususnya Qaramitah dan kelompok Shammar dan Khafajah. Ibnu Jubair, penulis safarnama muslim yang melakukan kunjungan ke kota Kufah dari dekat pada tahun 580 H mengatakan: “Kufah sebuah kota besar dan kuno yang mengalami banyak kehancuran dan kerusakannya melebihi kemakmurannya. Salah satu alasan kehancuran Kufah adalah karena adanya kabilah Khafaja di sekitar kota, yang senantiasa menyerang kota tersebut”. [37] Sejumlah pemerintahan seperti Bani Buwaih dan Saljuk juga tidak berhasrat untuk merenovasi dan mengembangkan kota Kufah, khususnya urgensi politik, militer, ekonomi dan bahkan religi Kufah dipindah ke kota Baghdad, yang dibangun oleh Manshur Abbasiah pada tahun 145 H. [38]

Gerakan-gerakan Syiah di Kufah

Kebangkitan Ibnu Thabathaba

Muhammad bin Ibrahim bin Thabathaba termasuk salah seorang cucu dari Imam Hasan as yang datang dari Madinah ke Kufah dan membentuk pasukan militer dengan bantuan Abu al-Saraya al-Sirri, salah seorang pemimpin pemberontak yang tidak puas dengan Bani Abbas dan termasuk anak buah Hartsamah bin A’in. Mereka menyerang Kufah pada tahun 199 H/815 dan menguasai kota tersebut. [39] Moto atau slogan mereka dalam kebangkitan ini adalah al-Ridha min Al Muhammad. [40]

Kebangkitan Ali bin Zaid dan Isa bin Ja’far

Dua sayid ini termasuk keturunan Imam Hasan as yang melakukan kebangkitan di Kufah pada tahun 255 H/869. Mu’taz mengirim pasukan besar dengan pimpinan Said bin Shalih, yang tersohor dengan Hajib agar menumpas kebangkitan tersebut. [41]

Kebangkitan Ali bin Zaid bin Husain

Ia termasuk salah seorang cucu Imam Husain as yang melakukan kebangkitan di Kufah pada masa Muhtadi Abbasi. Syah bin Maikal melawannya dengan pasukan besar, namun mengalami kekalahan. Ketika Mu’tamid Abbasi memegang tampuk kekuasaan, ia mengirim Kaijur Turki. Ali bin Zaid setelah beberapa masa pengejaran dan kabur, ia meninggal pada tahun 257 H/871. [42]

Kemunculan Qaramitah

Mayoritas riwayat sejarah yang ada, mengaitkan akar kemunculan Qaramitah pada aktivitas salah satu penyeru dan pengikut Ismailiyah yang bernama Hamdan bin Asy’ats, yang tersohor dengan Qarmat, yang memulai aktivitas dakwahnya di Kufah. Pada tahun 317 H/929, Qaramitah dengan menyerang Mekah, ia mengambil Hajar Aswad. Pada tahun 339 H/951, dalam proses pengembalian Hajar Aswad ke Mekah, pertama-tama Hajar Aswad dibawa ke Kufah dan digantungkan ke tiang ketujuh masjid Kufah agar masyarakat melihatnya. [43]

Kondisi Sekarang

Sekarang ini, Kufah dari aspek administrasi terletak di propinsi Najaf dan termasuk bagian kota Najaf (timur laut kota ini). Populasi kota ini mencapai 300 ribu orang. [44] Urgensi kota Kufah mayoritas kembali pada dua abad pertama Hijriyah dan setelah tersingkapnya pusara Amirul Mukminin dan penyebaran kota Najaf, lambat laut urgensi dan kedudukan Kufah semakin surut dan menambah urgensi dan kedudukan Najaf.

Syiah Kufah

Keluarga yang berkecimpung dalam keilmuan

Sejumlah keluarga yang berkecimpung dalam keilmuan dari kelompok Syiah di Kufah pada abad pertama Hijriyah adalah sebagai berikut: [45]

  • Al Abi Syu’bah
  • Al A’in
  • Al Abi Shafiyyah
  • Al Abi Arakah
  • Al Abi Ja’d
  • Al Abi al-Jahm
  • Al Abi Sarah
  • Al Naim Azdi
  • Al Hayan Taghlabi
  • Bani Hur Ja’fi
  • Bani Ilyas Bajali Kufi
  • Bani Abd Rabbah
  • Bani Abi Sabrah
  • Bani Sauqah
  • Bani Na’im Shahaf
  • Bani ‘Athiyyah
  • Bani Ribath
  • Bani Farqad
  • Bani Daraj
  • Bani Amar al-Bajali

Tendensi dan Sekte

Khawarij, Kisaniyah dan Zaidiyah termasuk kelompok yang terbentuk di kota ini. [46]

Tuduhan Ketidaksetiaan Penduduk Kufah

Salah satu tuduhan yang dilontarkan kepada penduduk Kufah adalah ketidaksetiaan mereka, sampai-sampai ada kalimat populer seperti al-Kufi la Yufi, Penduduk Kufah tidak setia, dan Aghdar min Kufi, Lebih penipu dari Kufah.

Sebagian peneliti menganggap tuduhan ini bermula dari kriteria mengikuti sentimental dalam penduduk Kufah, semisalnya tentang sikap sensitif penduduk Kufah terhadap Muslim bin Aqil dan demikian juga kebangkitan Mukhtar Tsaqafi. [47]

Sebagian yang lain juga menganggap tuduhan ini amatlah berlebihan dan dengan tujuan mendiskreditkan citra orang-orang Syiah dan Kufah sebagai kota Syiah, meskipun banyak sekali penduduk Kufah bukanlah Syiah.

Disamping itu, sebagian yang lain berpendapat, dalam penggalan sejarah, sifat-sifat buruk masyarakat Kufah dan dalam sepenggal lain muncul sifat-sifat baik mereka, meski sifat negatif masyarakat Kufah memiliki pesan tidak bagus pada abad pertama. [48]

Tempat-tempat Suci

Masjid Kufah

Termasuk tempat pertama yang dibangun oleh Sa’ad bin Abi Waqqash di Kufah adalah Masjid Kufah. Masjid ini adalah tempat berkhutbah dan peradilan Imam Ali as, dimana sekarang ini tempat peradilan beliau tersohor dengan nama Dakah al-Qadha. Beliau terluka di tempat ini oleh hantaman pukulan pedang Ibnu Muljam dan syahid.

Masjid Kufah memiliki keutamaan atas masjid-masjid lainnya, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan akan menjadi pusat peradilan Imam Zaman afs. Di masjid ini, sang musafir dapat melaksanakan salat secara sempurna atau qasar. [49]

Masjid Sahlah

Masjid ini dibangun pada abad pertama Hijriyah oleh suku-suku arab Kufah dan dalam jarak sekitar dua kilo meter barat laut Masjid Kufah. Masjid ini termasuk masjid tertua yang dinisbatkan kepada Imam 12 Syiah. Menurut sebagian riwayat, tempat tinggal beliau setelah dhuhur, adalah tempat ini.

Masjid Sha’sha’ah bin Shawhan

Masjid Sha’sha’ah bin Shauhan adalah salah satu masjid yang berada di kota Kufah yang berdekatan dengan Masjid Sahlah. Masjid ini merupakan tempat ibadah Sha’sha’ah bin Shauhan. Sekelompok orang pernah menyaksikan imam Zaman afs sedang beribadah di masjid tersebut. Sayid Ibnu Thawus dan Syahid Awal menulis berbagai amalan khusus masjid tersebut dalam berbagai kitab-kitab mereka.

Masjid Mal’unah

sejumlah masjid yang dibangun untuk melawan Imam Ali as dan dalam bentuk masjid Dhirar. Dalam sebuah riwayat dari Imam Baqir as dikemukakan empat masjid juga, empat masjid juga pasca syahadah Imam Husain as dibangun dalam rangka mensyukuri kemenangan pasukan Kufah terhadap beliau, karenanya masjid-masjid tersebut mendapatkan laknat berlipat ganda. Masjid-masjid mal’unah tersebut sekarang ini tidak tersisa sama sekali. [50]

  1. Masjid Asy’ats bin Qais Kindi
  2. Masjid Jurair bin Abdullah Bajali
  3. Masjid Sama’ bin Makhzumah
  4. Masjid Tsabts bin Rub’i
  5. Masjid Tim
  6. Masjid Tsaqif
  7. Sebuah masjid di al-Hamra’

Pusara Para Sahabat Imam

  • Masjid Tammar

Makam Maitsam Tammar terletak di beberapa ratus meter masjid Kufah dan disamping jalan-jalan utama Kufah – Najaf.

  • Muslim bin Aqil
  • Hani bin Urwah

Pusara Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah dan Mukhtar Tsaqafi disamping masjid Kufah.

Ilmu dan Seni di Kufah

Fikih

Di akhir-akhir umur Imam Shadiq as, maktab fikih Syiah dipindah dari Madinah ke Kufah, dan mendapat kehidupan fikih baru di Kufah. Dalam buku Tarikh al-Kufah dikemukakan Imam Shadiq as pergi ke Kufah pada masa pemerintahan as-Saffah dan menetap disitu di tengah-tengah bani Abdil Qais selama dua tahun. Saat itu orang-orang Syiah dari segala penjuru menemui beliau dan menimba ilmu darinya. Dari Muhammad bin Ma’ruf al-Hilali dinukilkan bahwa untuk menemui Imam Shadiq as pergi ke Hirah, namun dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengelilingi beliau, ia pun tidak dapat menemui beliau. Hasan al-Wasya mengatakan, saya melihat masjid Kufah dari dekat, dimana sekitar 900 syaikh disitu mengatakan, haddatsani Ja’far bin Muhammad. [51]

Kriteria Madrasah Fikih Kufah

  • Pada masa ini perintah penyusunan dan penulisan hadis mendapat prioritas khusus. Awal penulisan dan penyusunan hadis sampai pada masa Imam Baqir as dan mencapai puncaknya pada masa Imam Shadiq as. Imam Shadiq as benar-benar mendorong para sahabatnya untuk mencatat dan menulis hadis. Abu Bashir mengatakan, Imam Shadiq as berkata: Tulislah (hadis dan ilmu-ilmu). Sesungguhnya kalian tidak dapat menjaga ilmu, kecuali lewat penulisannya.
  • Pada masa ini muncul masalah-masalah baru dan terkini, yang tidak ditemukan jawabannya dalam Alquran, dan apa yang dipegang para fakih Ahlusunah tentang riwayat dan hadis tidak dapat menjawab dan kondisi masyarakat dan propaganda pada waktu tidak mengizinkan masyarakat untuk merujuk ke Ahlulbait as. Karenanya, para fakih Ahlusunah melakukan qiyas, istihsan, ra’yu dan dzan.
  • Pada masa itu terjadi perselisihan penukilan para perawi. Riwayat-riwayat dari para Imam suci dinukilkan dan terkadang dalam satu topik, dinukilkan dua riwayat yang kontradiksi. Karenanya, sebagian para rawi meminta solusi dari para Imam untuk mengenal hadis-hadis benar dari yang tidak benar. Riwayat-riwayat yang dibawah tema akhbar ‘ilajiyyah (riwayat yang menjelaskan tentang kontradiksi riwayat) adalah untuk menyelesakan kontradiksi hadis-hadis semacam ini.
  • Pada masa ini dijelaskan tolok ukur ijtihad dan penyimpulan hukum-hukum syar’i seperti istishab, bara’at, ihtiyath, takhyir, kaidah thaharat, kaidah yad, ibahah dan hilliyyah oleh para Imam. Dalam beberapa hal sang perawi melakukan perjalanan ke kawasan-kawasan jauh, dimana untuk pertanyaan-pertanyaan yang dipaparkan, mereka tidak dapat mengontak Imam as. Karenanya, dengan menggunakan kaidah dan pokok-pokok fikih melakukan ijtihad istinbath hukum-hukum syar’i. [52]

Hadis

Dimulainya sekolah hadis Ahlusunah di Kufah kembali pada era penaklukan dan pendirian kota ini, pada masa khalifah Kedua. Setelah pendirian kota Kufah dan imigrasi sebagian para sahabat Rasulullah saw ke kota ini, hadis nabawi menyebar di kota tersebut dan terbentuk tempat-tempat belajar dalam bidang hadis dan tafsir. Madrasah hadis Kufah maju dibanding madrasah hadis Madinah.

Kriteria Maktab Hadis Kufah:

  • Dinamika dan Rasionalisme: kehadiran orang-orang Syiah disamping para penentang di kawasan ini dan konflik fikih teologi, dengan sendirinya menggerakkan maktab hadis ini menuju ke sebuah dinamisme dan vitalitas.
  • Banyaknya perawi Kufah dan peran para Imam as: terkait jumlah para muhaddis Syiah yang tinggal di Kufah, terdapat riwayat yang menunjukkan jumlah signifikan para perawi Syiah dalam bidang hadis, setelah berdirinya syiah disitu. Kita dapati kelompok pertama, para murid Imam Baqir as adalah sebagian orang-orang Syiah Kufah, diantaranya adalah keluarga A’yan. Para saudara A’yan merupakan para penyeru dakwah dan publikasi ajaran-ajaran Ahlulbait as di Kufah. Hilir mudik orang-orang Syiah dengan Imam Shadiq as di Madinah juga terus berlanjut dan para pemuka Syiah dari Kufah baik secara individu maupun berkelompok pergi menemui beliau dan mendapatkan hadis. Menilik list para sahabat Imam ke-6 dalam Rijal Syaikh Thusi juga mengafirmasikan hal tersebut, yaitu para perawai beliau dalam tingkat pertama adalah orang-orang Kufah dan terkadang menuturkan puluhan nama dikalangan para sahabat beliau, dimana sifat persamaan kesemua mereka adalah Kufi.
  • Kehadiran Imam Shadiq as dan para wakil Imam as di Kufah: hijrahnya dua tahun Imam Shadiq as ke Kufah pada masa Abul Abbas Saffah dan tarbiah para murid di kota ini, dengan melihat baru berjalannya pemerintahan bani Abbasiyah dan atensi mereka dengan stabilitas penuh pemerintahannya, dan tidak adanya perhatian mencukupi terhadap aktivitas-aktivitas Imam Shadiq as menyebabkan pada masa dua tahun ini untuk para muhaddis Syiah dan bahkan untuk sebagian para muhaddis non Syiah, berubah menjadi periode penuh keberkahan. Terkait dua tahun tersebut, menurut sebagian riwayat, Abu Hanifah menuturkan realita ini kepada dirinya, Laula al-Sanatain La Halaka al-Nu’man.
  • Penyusunan pokok dan buku-buku hadis: termasuk kriteria penting maktab hadis Kufah, adalah para muhaddis melakukan penyusunan dan penulisan referensi-referensi hadis, yang dari aspek kualitas dan kuantitas adalah hal yang luar biasa dan bagian mendasar dari 6600 buku dimana Syaikh Hurr Amili di akhir bab keempat dari Wasail al-Syi’ah menisbatkan penyusunannya para pendahulu Syiah dua belas, yang sezaman dengan para Imam as ditulis oleh para muhaddis Kufah. Buah dari penulisan tersusun ini adalah munculnya “Ushul Arbau’miah”. Namun awalnya kumpulan tersusun ini awalnya adalah kumpulan riwayat pribadi, dimana seorang perawi mengumpulkan seluruh hadis-hadis yang didengarnya dalam satu tempat, yang selanjutnya dibukukan dalam bentuk yang lebih rapi. [53]

Nahwu

Ada dua maktab (kelompok) mendasar dalam nahwu: maktab Basrah dan maktab Kufah. Sedari awal kinerja dua maktab ini menciptakan banyak perselisihan dikalangan para pemuka mereka. Sayid Muhsin Amin dalam A’yan al-Syi’ah mengatakan, para perintis pertama ilmu Nawhu di Basrah dan Kufah adalah para ulama Syiah, yang telah membentangkan dan mempublikasikan ilmu tersebut di dua kawasan tersebut.[54]

Dikarenakan masyarakat Kufah bekerjasama dengan bani Abbasiyah melawan bani Umayyah, maka bani Abbas mendukung/mengayomi masyarakat Kufah dalam melawan masyarakat Basrah dan mengundang para ulama Kufah untuk mendidik anak-anak mereka. [55]

Khat Kufah

Kaligrafi Kufi adalah gaya tulisan Arab yang karakter dominannya berbentuk siku (kubisme). Khat ini puluhan tahun adalah khat mayoritas Arab dan Alquran dan surah-surah yang ada ditulis dengan khat tersebut dan demikian juga, koin emas, dirham dan dinar di stempel dengan khat tersebut. Huruf khat Kufah awalnya ditulis tanpa titik dan dengan tanpa harakat i’rab dan dikarenakan para hafiz dan qori Alquran amatlah banyak dan mengambilnya dari Rasulullah saw melalui generasi ke generasi, maka kekeliruan dan kesalahan amatlah jarang, namun setelah pertengahan abad pertama, dimana suku-suku Arab berbaur dengan para minoritas lainnya, lambat laun kesalahan dan kekeliruan dalam bacaan Alquran semakin terlihat, karenanya Abul Aswad Duali menciptakan penulisan fathah, dhammah dan kasrah untuk mempermudah bacaan, dengan melalui sejumlah titik. [56]

Kota Kufah dalam Riwayat

Dalam referensi hadis, dikemukakan beragam riwayat tentang kedudukan dan urgensi Kufah, semisalnya:

Imam Shadiq as dari Amirul Mukminin menukilkan, “Mekah adalah haram Allah, Madinah adalah haram Rasulullah dan Kufah adalah haram saya, tidak ada orang lalim yang berupaya membuat kerusuhan disitu, kecuali Allah akan mencabutnya”. [57]

Imam Hasan Askari as berkata, “Tempat sebuah kaki di Kufah bagi saya lebih saya cintai ketimbang rumah di Madinah”. [58]

Demikian juga di bagian lain riwayat diisyaratkan tentang posisi Kufah setelah kemunculan Imam Zaman afs dan kota ini diperkenalkan sebagai ibukota beliau. [59] .

Catatan Kaki

  1. Maqdisi, Ahsan al-Taqasim jld. 1, hlm. 181, 1402 H
  2. Al-Majlisi, Hatul Qulub,jld. 1, hlm. 271, 1426 H.
  3. Dinawari, Akhbār al-Thiwāl, hlm. 123-124, 1415 H.
  4. Safari Furusyani, Kufah az Pedayesh ta ‘Asyura, hlm. 34-35.
  5. Baraqi, Tarikh al-Kufah, hlm. 115.
  6. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 124.
  7. Ja’fari, Tasayyu’ dar Mashir Tarikh, hlm. 142.
  8. Ja’fari, Tasayyu’ dar Mashir Tarikh, hlm. 127.
  9. Tasayyu’ dar Mashir Tarikh, hlm. 128-131.
  10. Fayyadh, Pedayesy wa Gustaresye Syiah, hlm.80
  11. Ja’fari, Tasayyu’ dar Masir Tarikh, hlm. 130.
  12. Baraqi, Tarikh Kufah, hlm. 205.
  13. Ja’fari, Tasayyu’ dar Masir Tarikh, hlm. 138.
  14. Kariman, Kufah, jld. 14, hlm. 245.
  15. Kariman, Kufah, jld. 14, hlm. 245
  16. Sayid ibnu Thawus, Luhuf, hlm. 190-193.
  17. Baraqi, Tarikh Kufah, hlm. 120
  18. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 80.
  19. Mas’udi, Muruj al-Dzahab, jld. 2, hlm. 371.
  20. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 2, hlm. 235.
  21. Al-Mufid, al-Jumal, hlm. 422; Ja’fari, Tasayyu’ dar Masir Tarikh, hlm. 107.
  22. Tibyan, Maqaleh Intikhabe Kufah be Unwane Markaze Khilafate az Suye Hazrat Ali (makalah dipilihnya Kufah sebagai pusat kekhilafahan Ali as).
  23. Ya’qubi, al-Buldān, jld. 1, hlm. 149.
  24. Syaikh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 37-39.
  25. Baladzuri, jld. 2, hlm. 80-81.
  26. Shaikhiyan, Raftarshenasi Mardum Kufah dar Nehdhate Husaini, nomor 26, hlm. 456-457.
  27. Ja’fariyan, Atlas Syiah, hlm. 361.
  28. Thabari, Tarikh Thabari, jld. 3, hlm. 433.
  29. Tarikh Thabari, jld. 3, hlm. 448-449.
  30. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 298 – 303.
  31. Syaikh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 171.
  32. Ishfahani, Maqatil al-Thalibiyyin, hlm. 158.
  33. Al-Tsaqafi, al-Ghārat, jld. 2, hlm. 850-856; Syahristani, al-Milal wa al-Nihal, jld. 1, hlm. 147; dinukil Pakatchi, Ja’far Shadiq as, Imam, hlm. 186; Asad Haidar, al-Imam al-Shadiq wa al-Mazahib al-Arba’ah, jld. 2, hlm. 124.
  34. Ibn Jubair,Safarnama, terjemah Parvis Atabaki, hlm. 259.
  35. Izadi, Hosaini, Jughrafiyae Tarikhi Kufah, hlm. 82.
  36. Ibn al-Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 7, hlm. 302.
  37. Maqatil al-Thalibiyyin, hlm. 433.
  38. Mas’udi, Muruj al-Dzahab, jld. 4, hlm. 94.
  39. Ibn Atsir, al-Kamil, jld. 7, hlm. 239-240.
  40. Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 11, hlm. 223.
  41. Situs Buratha.
  42. Rajabi,Kufah wa Naqshe-e on dar Qurune Nukhustin, hlm. 475-486.
  43. Rajabi,Kufah wa Naqshe-e on dar Qurune Nukhustin, hlm. 497.
  44. Safari Furusyani, Islam wa Musalmanan/ Mardumshenasi Kufah, hlm. 23.
  45. Safari Furusyani, Kufah az Pedayesh ta ‘Asyura, hlm. 193.
  46. Thabathabai Yazdi, Urwah al-Wutsqa, hlm. 347.
  47. Safari Furusyani, Kufah az Pedayesh ta ‘Asyura, hlm. 137-144.
  48. Baraqi, Tarikh Kufah (1424 H), hlm. 466.
  49. Karimi Niya, Tarikh Fiqh wa huquq,hlm.46.
  50. Jabbari, Negahi be Makktab Haditsi Kufah dar Sadehhaye Awwaliyehhlm. 59.
  51. Muhajirani, Tarikh Sharaf wa Nahwu, hlm.101.
  52. Baraqi, Tarikh al-Kufah (1424 H), hlm. 229.
  53. Safari, Kufah az Pedayesh ta ‘Asyura, hlm. 327-330.
  54. Al-Kafi, jld. 9, hlm. 281.
  55. Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jld. 97, hlm. 385.
  56. Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jld. 53, hlm. 11; ‘Ayasyi, Tafsir ‘Ayasyi, jld. 1, hlm. 165.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jadwal Salat Kota Jakarta

© 2024 Syiahpedia. All Rights Reserved.