Syiahpedia
MENU

Muslim bin Aqil bin Abi Thalib

Kategori: Ahlulbait

Muslim bin Aqil bin Abi Thalib (bahasa Arab: مسلم بن عقیل بن أبي طالب ) (syahid: 60 H/680) berasal dari keluarga Abu Thalib adalah sepupu Imam Husain as dan duta utusannya di Kufah ketika kebangkitan Asyura. Muslim hadir dalam sebagian penaklukan kaum muslimin dan juga dalam perang Shiffin. Dia pergi ke Kufah sebagai perwakilan Imam Husain as untuk melaporkan kepada Imam Husain as akan kondisi dan situasi terakhir dari kota tersebut jika penduduk Kufah dalam undangan dan ajakan mereka yang ditujukan kepada Imam Husain as adalah benar adanya, Imam akan datang ke sana. Dia dalam laporannya kepada Imam memberitakan akan kesiapan penduduk Kufah dalam menyambut kedatangannya. Dengan pengangkatan dan pelantikan Ubaidillah bin Ziyad sebagai gubernur dan penguasa Kufah, membuat penduduk Kufah berada dalam ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan atas perintah Ubaidillah ia dibunuh pada hari Arafah tahun 60 H/680.

Peristiwa kesendirian dan kesyahidannya di Kufah merupakan salah satu momen penting di tengah-tengah kalangan kaum Syiah untuk mengenangnya dengan kidungan duka yang dibaca pada hari Arafah dan terkadang di hari pertama bulan Muharram.

Nasab dan Keluarga
Hari kelahiran Muslim bin Aqil tidak dapat dipastikan. Ia syahid pada 9 Dzulhijjah 60 H. Menurut sebagian laporan, ia ketika syahid berusia 28 tahun, namun dalam riwayat ini terdapat kejanggalan. Sebab, umur anak-anak Muslim yang syahid di Peristiwa Asyura dilaporkan berusia 27 dan 26 tahun.[1] Sebagian sejarawan dengan bersandar pada riwayat-riwayat yang menjelaskan kehadiaran Muslim di beberapa penaklukan dan di perang Shiffin berpendapat bahwa dia ketika syahid berusia lebih dari 50 tahun.[2] Kubur Muslim terletak di bagian timur Masjid Kufah. [3]

Ayahnya adalah Aqil bin Abi Thalib [4] yang dikenal sebagai paling fasihnya orang Arab [5] dari suku Quraisy. Ibunya adalah seorang budak yang dibeli oleh Aqil di kota Syam. [6] Baladzuri menyebutkan namanya adalah Aliyah (atau Haliyah). [7]

Ibnu Hibban (wafat 345 H) salah seorang ulama Ahlusunah menulis, “Muslim bin Aqil bin Abi Thalib Hasyimi, panggilan akrabnya Abu Daud di kalangan keturunan Abdul Muthalib ia sangat mirip dengan Nabi Muhammad saw. Ia termasuk dalam golongan sahabat Nabi Muhammad saw”. [8]

Baladzuri memperkenalkan Muslim sebagai putra Aqil yang paling pemberani. [9] Ia dimakamkan di sisi Masjid Kufah di Irak. [10]

Istri dan Keturunannya
Abu al-Faraj al-Isfahani menulis, “Muslim tidak memiliki keturunan”. [11]Namun oleh sejarawan lain, ia diyakini memiliki anak laki-laki dan perempuan. Thabari misalnya, berpendapat salah satu putranya bernama Abdullah bin Muslim bin Aqil, yang terbunuh di Karbala oleh Amru bin Shabih Shadai yang memanahnya dan tepat kena didahinya, yang menyebabkan kesyahidannya.[12]

Thabari menulis, ibu dari Abdullah bin Muslim bernama Ruqayyah, putri Imam Ali as, dan ibu dari Ruqayyah adalah seorang mantan budak. Sebagian sejarawan lainnya berpendapat, yang membunuh Abdullah adalah Asid bin Malik al-Khadrami. [13]

Thabari di lain tempat menyebutkan, pembunuh Abdullah adalah Zaid bin Raqad, yang kemudian hari dibunuh atas perintah Mukhtar. [14]

Qadhi Nu’man al-Maghribi juga meyakini keberadaan Abdullah bin Muslim, dan menyebut ibunya bernama Ruqayyah binti Ali. Ia juga menegaskan bahwa Abdullah syahid di Karbala dan pembunuhnya bernama Amru bin Shabih [15] Syekh Thusi juga membenarkan pendapat tersebut.[16]

Sementara Baladzuri meyakini bahwa pembunuh Abdullah bin Muslim bernama Zaid bin Raqad al-Junubi yang memanah tepat di dahinya yang menyebabkan kesyahidannya di Karbala. [17] Meski demikian di tempat yang lain, Baladzuri menyebutkan kemungkinan pembunuhnya bernama Amru bin Shabih al-Shaidawi, dengan proses kesyahidan yang sama. [18]

Dzahabi menuliskan, Muslim bin Aqil memiliki dua putra, Abdullah dan Abdurrahman. Keduanya turut gugur bersama para syuhada lainnya di padang Karbala. [19]

Ibnu Makula memberikan catatan bahwa Muslim bin Aqil juga memiliki putri bernama Ummu Hamidah, yang kemudian menikah dengan Abdullah bin Muhammad bin Aqil bin Abi Thalib, dan melahirkan seorang putra bernama Muhammad. [20] Pada sebagian literatur lainnya menyebutkan putri Muslim bin Aqil tersebut bernama Hamidah. [21]

Syekh Thabrisi menulis, “Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib as adalah istri Muslim bin Aqil yang melahirkan putra-putra bernama Abdullah, yang syahid di Karbala, Ali dan Muhammad”.[22]

Ibnu Qutaibah berkenaan dengan keturunan Muslim bin Aqil menulis, “Abdulllah dan Ali –yang ibunya bernama Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib-, Muslim bin Muslim dan Abdul Aziz”.[23] Untuk kedua putranya yang terakhir ini, Ibnu Qutaibah tidak menuliskan mengenai ibunya.

Baladzuri menulis bahwa keturunan Muslim bin Aqil adalah, “Abdullah dan Ali yang ibunya adalah Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib as. Muslim bin Muslim yang ibunya berasal dari suku bani ‘Amir bin Sha’sha’a, Abdullah yang ibunya seorang mantan budak dan Muhammad”. Yang terakhir ini, Baladzuri tidak menuliskan apa-apa mengenai ibunya. [24]

Baladzuri berpendapat nama ibu dari Ruqayyah adalah Shahba. Ia menulis, “Dia adalah Ummu Habiba binti Habib bin Bajuiz Taghlabi yang berasal dari daerah ‘Ain al Tamr”. Baladzuri menambahkan, “Ruqayyah menikah dengan Muslim bin Aqil bin Abi Thalib”. [25]

Sebagian dari literatur sejarah, dari dua putra Muslim yang disebutkan, setelah kesyahidan Imam Husain as, keduanya menjadi tawanan dan setelah dipenjara di Kufah, atas perintah Ubaidillah bin Ziyad keduanya dibunuh di penjara. [26]

Wakil Imam Husain as di Kufah
Sewaktu Imam Husain keluar dari Madinah menuju Mekah, Muslim bin Aqil adalah salah seorang yang menemaninya. Dengan banyaknya surat dari warga Kufah yang sampai kepada Imam Husain as sebagai bentuk dukungannya kepada Imam, ia mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk melihat situasinya dan memastikan dukungan tersebut adalah sesuatu yang benar adanya. Muslim bin Aqilpun bergerak menuju Kufah atas perintah sang Imam. [27] Dalam literatur sejarah disebutkan, imam Husain juga mengutus Qais bin Mushir Shaidawi, Ammarah bin Abdul Saluli dan Abdurrahman bin Abdullah Arhabi bersama Muslim bin Aqil ke Kufah. Mereka diminta jika melihat bahwa warga Kufah konsisten terhadap pilihan mereka mendukung Imam Husain as dan akan memberikan pembelaan, sebagaimana yang mereka tulis dalam surat-surat mereka, agar segera menyampaikan kabarnya kepada Imam Husain as. [28]

Muslim di Kufah
Muslim tanggal 5 Syawal sampai di Kufah[29] dan menetap di kediaman Mukhtar bin Abi Ubaidah,[30] dan menurut sebagian literatur, ia menetap di rumah Muslim bin Ausajah.[31]

Warga Kufah yang mengetahui keberadaannya di rumah tersebut, berdatangan untuk mendengarkan surat Imam Husain as dibacakan oleh Muslim bin Aqil. [32]

Ibnu Jauzi juga meyakini hal yang sama dengan menulis, Muslim bin Aqil tinggal dirumah seseorang yang bernama Ibnu ‘Ausajah selama menetap sementara di Kufah. [33]

Baiat Warga Kufah Kepada Muslim
Ibnu ‘Asakir menulis, “Di Kufah 12 ribu orang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain as melalui kesaksian Muslim bin Aqil”. [34] Sebagian sejarahwan lainnya menyebutkan jumlah total warga Kufah yang berbaiat sebanyak 18 ribu orang [35] dan sebagian lagi menyebutkan lebih dari 30 ribu orang. [36]

Dengan banyaknya dari warga Kufah yang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain as dan menyambut kedatangan Muslim bin Aqil dengan antusias, membuat mata-mata kerajaan menyampaikan hal tersebut kepada Yazid bin Muawiyah sambil menyebutkan bahwa Nu’man bin Basyir lemah sebagai penguasa Kufah, sehingga harus diganti dengan yang lain yang lebih mampu meredam suasana yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Yazid. Atas laporan tersebut, Yazid menurunkan Nu’man bin Basyir sebagai gubernur Kufah dan mengangkat Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Basrah saat itu, sekaligus sebagai penguasa di Kufah.[37]

Dengan datangnya Ubaidillah bin Ziyad di Kufah, Muslim bin Aqil meninggalkan rumah Mukhtar dan menetap di rumah Hani bin Urwah, salah seorang pembesar Kufah. Seberapapun usaha Muslim bin Aqil untuk tetap melakukan kontak dengan Syiah meski dalam keadaan sembunyi-sembunyi, namun mata-mata Ubaidillah bin Ziyad berhasil mengetahuinya, termasuk tempat persembunyian Muslim bin Aqil. Tidak lama, Hani bin Urwah ditangkap dan dipaksa untuk menyerahkan Muslim bin Aqil.

Dengan adanya peristiwa tersebut, Kabilah Mudzhaj berkumpul di sekitar istana Ubaidillah bin Ziyad, mereka melakukan protes jika penangkapan tersebut betul-betul terjadi. Dengan adanya protes itu, Ibnu Ziyad memerintahkan kepada Syarih Qadhi untuk melakukan kebohongan kepada kabilah tersebut, sambil berusaha memecah belah diantara mereka. Dengan dukungan 4 ribu orang, Muslim bin Aqil melakukan blokade terhadap istana Ibnu Ziyad dan berunjuk rasa. Mereka meneriakkan slogan, “Wahai penolong ummat”. [38]

Melihat keadaan tersbeut, Ubadillah mengumpulkan para pembesar Kufah dan meminta kepada masing-masing kabilah untuk mengingatkan kabilahnya, bahwa jika kondisi tersebut dibiarkan, pasukan Yazid bin Muawiyah akan menyerang Kufah dan akan membawa bencana bagi seluruh warga kota tersebut.

Para pembesar tersebut pun mengingatkan kabilahnya masing-masing. Taktik tersebut berhasil menyebabkan pendukung Muslim bin Aqil mulai berpecah-belah, sampai jumlahnya berkurang drastis. Pada akhirnya, Muslim bin Aqil benar-benar sendiri bahkan rumah untuk dia menginappun tidak ada. Suatu malam, seorang perempuan bernama Thau’ah, melihat seorang pria beristrahat di depan rumahnya. Iapun membawakan air minum untuk pria malang itu. Thau’ah kemudian mengenalinya sebagai Muslim bin Aqil, dan memintanya beristrahat di dalam rumah. Anak laki-laki perempuan tersebut melihat kejadian itu, dan keesokan harinya, ia melaporkan kepada Abdurrahman bin Muhammad bin Asy’ab akan keberadaan Muslim bin Aqil di rumahnya. Atas perintah Ibnu Ziyad, Muhammad bin Asy’ab bersama 70 orang lainnya berhasil menangkap Muslim bin Aqil dan bermaksud membawanya ke istana.

Pasca penangkapan, Muhammad bin Asy’ab berkata kepada Muslim, jika Muslim menyerah dan bersedia bekerjasama untuk dihadapkan dengan Ibnu Ziyad maka keselamatan nyawanya akan ia jamin. Muslim bin Aqil pun bersedia dipertemukan dengan Ibnu Ziyad. Namun atas perintah Ibnu Ziyad, Muslim bin Aqil diminta dibawa ke atas istana, dan dihukum mati di tempat tersebut. [39]

Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh Hani bin ‘Urwah. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah.[40]

  1. Pur Amini, Chehreha dar Hamase-e Karbala, hlm. 167
  2. Tihami, Muslim bin Aqil Pisy az Waqe-e Asyura, hlm.99
  3. Sayid al-Barraqi, Tarikh al-Kufah, hlm.98
  4. Ibnu Abdul Bar, al-Isti’āb, jld. 3, hlm. 1079.
  5. Ibnu Abdul Bar, al-Istidzkār, jld. 8, hlm. 249.
  6. Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 52.
  7. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 224.
  8. Ibnu Hibban, al-Tsiqāt, jld. 5, Muasasah al-Kutub al-Tsaqifah, hlm. 391, 1393 H.
  9. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 77.
  10. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld.2, hlm. 77
  11. Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 52.
  12. Tārikh Thabari, jld. 4, hlm. 341.
  13. Thabari, jld. 4, hlm. 359.
  14. Thabari, jld. 4, hlm. 534.
  15. Qadhi Nu’man Maghribi, Syarh al-Akbhār, jld. 3, hlm. 195.
  16. Rijāl al-Thusi, hlm. 103.
  17. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 407-408.
  18. Al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 200.
  19. Al-Dzahabi, Siar A’lām al-Nubalā, jld. 3, hlm. 320.
  20. Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, jld. 6, hlm. 235.
  21. Ibnu ‘Anbah, ‘Umdah al-Thālib, hlm. 32.
  22. Thabrisi, I’lām al-Wara bi ‘Alām al-Huda, jld. 1, hlm. 397.
  23. Ibnu Qutaibah, al-Ma’ārif, hlm. 204.
  24. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 70-71.
  25. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 192.
  26. Shaduq, al-Amāli, hlm. 143-148.
  27. Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 230.
  28. Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 295-297; Terjemahan Irsyād, hlm. 339-342.
  29. Mas’udi, Muruj al-Dzahab, jld.3, hlm. 53
  30. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld.2, hlm. 77, Thabari, Tarikh, jld.5, hlm. 355
  31. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 347; al-Mas’udi, Muruj al-Dzahab wa Ma’ādin al-Jauhar, jld.3, hlm. 54
  32. Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 231.
  33. Ibnu al-Jauzi, al-Muntadzam fi Tarikh al-Umum wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 325.
  34. Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, jld. 14, hlm. 213.
  35. Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 235.
  36. Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Imamāh wa Siyāsah, jld. 2, hlm. 8.
  37. Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 231.
  38. Farzandan_e Ali bin Abi Thalib, terjemahan, jld. 1, hlm. 147.
  39. Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 53-63.
  40. Ibnu A’tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 62.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jadwal Salat Kota Jakarta

© 2024 Syiahpedia. All Rights Reserved.